View dari tenda kami di pagi hari |
Pagi pertama di Plawangan Sembalun
Semalaman saya sulit tidur, alasannya klasik dan cupu. Ternyata saya suka romantisme alam tapi susah tidur kalau tidak ketemu kasur. Jadi jam 5 pagi saya sudah usil bangunin suami buat lihat sunrise. Malam sebelumnya kami tidak jadi menikmati milkyway karena lelah dan dingin. Jadi pagi harinya saya tidak mau melewatkan moment sunrise di Plawangan Sembalun ini. Karena posisi tenda kami didekat tembok gunung (agar terlindungi dari angin, saya sebutnya tembok gunung) kami harus berjalan sedikit ke tanah lapang didekat situ untuk menikmati sunrise.
Setelah kembali ke tenda, porter kesayangan kami sudah menyediakan minuman hangat dan roti bakar. Itu baru snack pagi lho, belum sarapan nasi goreng ditemani view danau sagara anak dari tenda kami. Ini nikmatnya mendaki rinjani seperti yang sering para pendaki ceritakan, porter yang ramah dan masakannya enak. Saya setuju dengan itu, tapi saya kurang setuju dengan salah satu pendapat teman saya yang bilang "naik gunung rinjani paling enak karena gak begitu berat dengan bawaannya" iya sih, bawaan dibawa porter, tapi mendakinya tetap berat buat saya.
Rinjani belum lama dibuka oleh TNGR
saat saya memutuskan mendaki rinjani di Agustus 2019. Keuntungannya adalah
tentu saja private trip ini terasa lebih private lagi
karena masih sedikit pendaki yang datang. Kekurangannya, saya tidak bisa camp
di Danau Sagara anak karena sama seperti puncak, Danau Sagara Anak belum
kondusif dikunjungi pasca gempa. Jalur legal yang dibuka oleh TNGR hanya sampai
Plawangan Sembalun saja. Di hari pertama, saya mengutarakan keinginan untuk
menuju danau sagara anak pada Abu. Dia bilang lihat nanti, karena belum ada
yang pernah kesana dari Plawangan Sembalun setelah gempa.
view danau sagara anak dari lokasi tenda kami, terlihat jelas tapi tiga jam perjalanan |
Dipagi hari sebelum
sarapan, Abu bilang kita bisa coba ke Danau Sagara Anak, tapi tidak mungkin
camp disana, karena trip saya hanya dua malam saja, jadi akan sulit kalau camp
di Danau Sagara Anak hari itu dan besoknya harus langsung ke Desa Sembalun
lagi, lagipula Abu juga belum tahu bagaimana kondisi jalurnya. Jadilah kami
berdua didampingi oleh Abu dan Opan menuju danau sagara anak bersama rombongan
dari Medan, dua orang mahasiswa dan satu porter bernama mas Tarzan. Sedangkan
Sora dan Bang Iyan menjaga tenda dari monyet-monyet lapar.
Perjalanan ke Danau Sagara Anak dimulai |
Jalan-runtuh-yang-bawahnya-jurang |
Setelah dibantu Mas Tarzan juga, kita berhasil melewati jalan kecil itu dan melanjutkan perjalanan ke Danau Sagara Anak. View menuju kesana sangat indah, kadang awan datang menemani sebentar, lalu ketika awan tersebut tersibak, pemandangan danau muncul dengan indahnya.
Ketika saya menulis blog ini, saya teringat lagi kenapa saya punya mimpi ke Rinjani, Ya karena pemandangan itu yang membuat saya bermimpi dan nekat kesana walau fisik saya bukan pendaki.
Ketika saya menulis blog ini, saya teringat lagi kenapa saya punya mimpi ke Rinjani, Ya karena pemandangan itu yang membuat saya bermimpi dan nekat kesana walau fisik saya bukan pendaki.
Pemandangan seperti ini banyak terlihat sepanjang jalan, kebayang paniknya saat terjadi gempa |
Abu bilang butuh waktu tiga jam ke
Danau Sagara Anak. Karena view danau terlihat jelas dari Plawangan Sembalun, saya pikir
saya bisa dengan cepat gak sampai tiga jam ke Danau Sagara Anak, tapi ternyata
tiga jam pas kita sampai kesitu. Sepanjang perjalanan kami melewati jalan
runtuh, jalan sempit, jembatan rapuh dan banyak barang bawaan dari pendaki yang
ditinggal begitu saja saat gempa. Saat melihat itu semua rasanya ngeri
membayangkan suasana saat gempa berlangsung, Rinjani termasuk gunung dengan
banyak pendaki, dengan minimnya komunikasi dan informasi, banyak pendaki yang
mengira gunung akan meletus. Jadi kebayang gimana paniknya mereka saat itu.
Sampai di danau, suami happy banget,
saya yang sering browsing dan ngeliatin view danau sagara anak aja happy,
apalagi dia yang gak pernah cari tau sama sekali, dia cuma tau disitu ada
danau, tapi gak nyangka kalau sebagus itu. Bahkan kami bisa cuci muka dengan
air danau dan segernya bikin capeknya hilang. Di danau, hanya ada kami
bertujuh. Kata Abu, danau ini serasa milik kalian saja, karena dia sendiri gak
pernah ke Danau Sagara Anak dalam kondisi se-sepi itu.
Setelah puas di Danau Sagara Anak, kami menuju ke air terjun pemandian air panas dekat danau sagara anak. Disini benar-benar rileks, kami bersyukur dan menikmati setiap moment bersama alam disini. Abu dan Opan mulai masak makan siang. Saya dan suami mandi di pemandian air panas. Diantara saya, suami dan dua orang Medan saat itu, hanya saya yang tahu kalau disini ada pemandian air panas, kebayang happy-nya mereka menemukan pemandian air panas. Lelah nya perjalanan ke tempat ini benar-benar hilang saat menikmati Danau Sagara Anak dan mandi di air terjun belerang ini.
Setelah makan siang, kami
bersiap untuk kembali ke Plawangan Sembalun. Kami berangkat sekitar jam 2.30
siang. Sepanjang perjalanan, banyak kabut tebal, saya jadi mikir, mungkin
banyak cerita pendaki hilang dan nyasar karena digunung sering banyak kabut
yang menutupi jalan.
Diperjalanan naik ke
Plawangan Sembalun, sekuat tenaga saya berjalan dengan cepat, karena saya
khawatir saat sampai di jalan-runtuh-yang-bawahnya-jurang itu saat sudah
gelap, pasti akan repot dan mengerikan. Setiap kali lelah, saya kembali
memikirkan jalan-runtuh-yang-bawahnya-jurang itu dan akhirnya kami sampai
ditempat itu saat matahari belum terbenam. Setelah melewatinya, kekuatan jalan
saya seperti hilang dan segala lemas kembali datang. Abu tidak paksa kami untuk
jalan, dia malah ikut duduk dan menikmati hamparan awan di Rinjani yang mulai
diiringi perlahan-lahan oleh warna matahari terbenam.
Kabut semakin tebal sepanjang perjalanan kami pulang ke Plawangan Sembalun |
Kami mendengarkan cerita Abu tentang Rinjani dengan pemandangan seindah ini |
Setelah puas bercerita,
kita kembali ke Plawangan Sembalun. Disambut oleh Sora. Porter kita Sora ini
ceria banget, setiap kita mendekat di tenda, dia selalu sambut dan menawarkan
bantuan untuk membawa tas kita. Sampai ke tenda saat sudah gelap, tapi kami
memang tidak buru-buru untuk sampai ke tenda. Setelah melewati jalan-runtuh-yang-bawahnya-jurang
kami memang sengaja banyak istriahat dan menikmati pemandangan rinjani.
Setelah pejalanan ke Danau Sagara Anak, kami paham betul kenapa jalur ini belum dibuka sampai beberapa waktu kedepan, karena banyak perbaikan yang harus dilakukan, mengingat peminat Danau Sagara Anak sangat banyak. Saat kami kesana kami hanya bertujuh, jadi jalan masih bisa dilewati. Lebih dari 50 orang pastinya jalur ini belum aman.
0 komentar:
Posting Komentar