Selasa, 12 November 2013

Semenjak kuliah dulu, banyak sahabat yang memang pendaki gunung. Tapi belum pernah terbesit keinginan untuk mendaki sama sekali. Bayangan saya kala itu, naik gunung itu capek dan lama. Saya lebih suka menghabiskan liburan keliling pulau jawa yang bisa diakses minimal kendaraan bermotor. Sampai akhirnya beberapa waktu yang lalu, teman satu kosan saya menawarkan untuk mendaki gunung cikuray di Garut. Sama sekali tidak menarik awalnya. Tapi pekerjaan dikantor benar-benar membuat jenuh, ditambah dengan kemacetan Jakarta setiap harinya. Membuat saya berfikir ulang. Saya browsing tetang gunung Cikuray tersebut dan saya memutuskan untuk ikut. 

Para Blogger di dunia maya menceritakan langit yang indah di Cikuray. Siapa yang tidak tertarik. Tapi keindahan tersebut harganya mahal. Perjalanan ke Cikuray terhitung terjal bagi pemula seperti saya. Ditambah hujan dan angin badai. Tapi semua terbayar. Bila melihat hamparan awan sejauh mata memandang. 

Jumat, 8 November 2013 kami berangkat menuju Garut melalui terminal Kp. Rambutan. Sebagai pemula, tentu saja patner mendaki menjadi prioritas. Saya mendaki dengan Mas Irwadi, Mas Wongso dan mbak Dina yang memang sudah berkali-kali ke Cikuray. Bagi yang sering mendaki, bila bertemu dengan pria ga kenal capek dan selalu setel lagu dangdut di gunung dan membawa boneka Doraemon, itu ga lain dan ga bukan adalah Mas Irwadi yang sudah melalang buana ke beberapa gunung di tanah air. 
Mbak Dina, Saya, Mas Wongso dan Mas Irwadi
Di Terminal kami bertemu dengan rombongan lain yang memang berniat ke Cikuray, jadilah kami berangkat ke Cikuray ber-25 orang dari terminal Kampung Rambutan. 
Naik Truk Rame-Rame
Perjalanan berlanjut menggunakan truk dari pom bensin Garut ke Pos Pemancar Cikuray. Hal ini pelajaran bagi yang akan mendaki Cikuray pertama kali. Kebun teh menuju pos pemancar Cikuray cukup sulit ditempuh mobil biasa. Paling mungkin menggunakan truk, mobil bak, atau ojek. Ongkos variatif, bisa di cari di internet, tetapi untuk perjalanan kemarin seharga tiga ratus ribu rupiah untuk satu truk, terserah berapa orang yang menumpang. Banyak pendaki yang menggunakan angkot tetapi tidak sampai puncak karena medan memang sulit dan alasan lain, padahal diawal sudah dijanjikan untuk sampai pos pemancar. Jadi pastikan negoisasi dengan benar di awal. Karena jarak dari pintu gerbang hingga pos pemancar cukup jauh, bisa sampai dua-tiga jam. Perjalanan ke Cikuray sendiri sudah menghabiskan banyak energi. 
pos Pemancar


Tanjakan Perkenalan
Dari Pos Pemancar kami berkumpul sekitar pukul delapan pagi. Breifing, preparing, dan diberi kesempatan melakukan banyak hal sebelum berangkat mendaki. Dipos ini saja mata sudah dimanjakan oleh hijaunya hamparan kebun teh, udara segar dan birunya langit.
Pukul sembilan pagi, rombongan kami yang dipimpin oleh Kang Dens mulai melangkah, kami dibagi menjadi tiga tim dan tentu saja kami berdoa bersama untuk mencapai puncak dengan selamat dan sehat kembali ke Jakarta nanti.
Medan pertama Cikuray setelah pos Pemancar, sering disebut tanjakan perkenalan oleh para pendaki. Dari tanjakan ini saya akhirnya mengerti ketika saya sering mendengar kata "ga ada bonus" oleh para blogger pendaki. Jalan hanya menanjak-jak-jak. Saya yang sama sekali bukan pendaki dibuat kualahan dan hampir menyerah. Untung selalu saja ada tingkah para pendaki yang menghibur hati dan membuat optimis. Belum sampai di pos satu saja sudah berkali-kali berhenti mengatur nafas. Tapi akhirnya sampailah kami di pos satu. Semua kelelahan. Sepertinya memang tanjakan kebun teh itu memperkenalkan Cikuray seperti apa.

Medan Cikuray dan Hujan Badai

Melewati tanjakan perkenalan, kami disuguhkan oleh tantangan berikutnya. Medan berakar dan kemiringan yang hampir lurus. Perlahan saya mulai terbiasa dengan keadaan sekitar, walau masih sering berhenti, tetapi tidak separah saat tanjakan perkenalan di kebun teh itu. Saya menikmati ketika harus mencari akar untuk di pijak dan di pegang. Cikuray memiliki 10 pos, pos pemancar, satu, dua, tiga, empat, lima, enam (Bayangan), tujuh, delapan, dan sembilan (punjak). Bagi saya medannya sama, sama-sama berat. Ditempat ini juga tidak mengalir sungai, jadi persiapan air harus diperhitungkan. Di pos dua memang ada sumber air dari pipa yang rusak. Tapi jangan terlalu mengandalkan pipa tersebut. karena itu pipa rusak, jadi pas lagi bener, ya susah dapat air.
Saya tidak ingat waktu tepatnya saat sampai di setiap pos. Saya ingat sampai dipos 5 pukul tiga sore dan kami sudah terpisah dengan Mas Wongso (dia bertanggung jawab atas rombongan lain), karena tidak mendukung, Mas Ir memutuskan untuk pasang tenda di dekat pos lima (kita menyebutnya pos 5 1/2). Biasanya pos enam atau pos bayangan sering digunakan untuk camping para pendaki. Tetapi karena cuaca dan banyak pendaki yang datang hari itu membuat tempat di pos enam penuh.
Hal tersebut sempat membuat saya kecewa.Karena pendakian pertama saya harus di habiskan di pos lima dan hanya satu tenda. Tetapi saya pikir, dia lebih mengerti medan, jadi ya sudahlah.
Tetapi ternyata keputusan Mas Ir tersebut tidak salah, karena pukul lima sore hujan deras bahkan disertai badai. Saat itu kami telah aman didalam tenda.

Setelah istirahat, makan malam, dan sedikit refreshing bermain kartu, kami bertiga tidur dan bangun keesokan paginya.
Kami memulai perjalanan ke Puncak pukul setengah empat pagi. Masih gelap total, jalanan licin dan dingin luar biasa. Berbekal Head Lamp dan doa pada Allah swt kami melangkah. Perjalanan harusnya bisa dicapai dalam dua jam, tetapi karena saya sering lelah, kami sampai pukul tujuh pagi. Diperjalanan kami bertemu dengan pendaki lain yang camp di pos diatas kami. Dan saat itu saya bersyukur. Karena kami camping di pos lima yang memang masih banyak pepohonan, sehingga melindungi kami dari badai. Banyak tenda yang acak-acakan bahkan roboh tidak kuat menahan angin malam itu.

Lukisan Allah Terindah
Finally...
Kami sampai di puncak gunung Cikuray.
Kami memang tidak sempat melihat sunrise... tapi hamparan awan itu seperan lumuarasa lelah dari Allah, dan menghilangkan semua rasa lelah.
lelah, ngantuk, dan semua rasa itu terbayar lunas oleh indahnya awan cikuray

 Di puncak kami bertemu dengan banyak pendaki, merayakan kesuksesan kami mencapai punjak, berrfoto dengan siapa saja yang mau difoto kenal atau pun tidak. Senang bahagia rasanya.
bagi kalian yang akan ke puncak Cikuray, jangan sampai tidak naik ke atas shelter. Awan disana benar-benar amazing.
shelter Puncak 

berfoto dengan pemandangan awan diatas shelter.


hari itu saya tahu kenapa orang mau berlelah-lelah mendaki gunung, karena disitu kita menemukan banayka hal. Perjuangan, kawan baru, kawan lama, pelajaran hidup dan yang paling penting kita melihat kuasa Tuhan disana, dengan jelas. KuasaNya begitu besar dan kita hanya makhluk kecil yang banyak mau.

para pendaki
Pendakian pertama tidak hanya menarik ketika melihat hamparan awan cikuray saat mencapai puncak, tetapi juga saat bertemu dengan banyak pendaki lain dari berbagai daerah. Saya sering dengan bahwa pendaki gunung memiliki toleransi dan sifat membantu yang sangat tinggi. Tapi kemarin saya terjun langsung melihat bagaimana mereka bersosialisasi.
Saya banyak dibantu oleh orang yang baru saya kenal. Banyak juga yang curhat ga jelas, padahal baru saja bertemu dan mungkin tidak bertemu lagi. Tapi itu membuat kami benar-benar refresh, tanpa tuntutan kantor sama sekali. feel free.

Jaga Alam Kita :-)
Saat ini Pendakian sudah merambah kebanyak kalangan. Bahkan saya yang dulu tidak membayangkan untuk mendaki gunung ikut ketagihan dan sudah membuat list untuk pendakian berikutnya. Saat pendakian ke Cikuray saya melihat banyak sampah. Prihatin rasanya. Padahal Cikuray sangat indah, saya sebagai pendaki baru benar-benar menjaga jangan sampai meninggalkan sampah sedikit pun. Padahal kalau alam yang indah dinikmati oleh kita sendiri. Mas Wongso, sebagai pencinta Cikuray (Sudah berkali-kali ke Cikuray) bilang kalau Cikuray dulu bersih dan asri.

terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat.
:-)


Ade


















0 komentar:

Posting Komentar