First City..
Of course
Seoul.
Penerbangan
promo Airasia yang kami dapatkan lebih murah untuk penerbangan Seoul daripada
Busan. Tetapi kami akhirnya putuskan untuk berangkat dari Seoul dan pulang dari
Busan. Hal tersebut mengurangi ongkos KTX yang menguras kantong.
Seoul
itu kota tersibuk yang pernah saya datangi. At least sampai tulisan ini dibuat,
karena belum banyak kota yang saya kunjungi di dunia ini. ^.^
Kita
banyak melihat pria dan wanita di drama drama Korea, suite lengkap naik Subway.
Ya, kita sering denger si perihal mereka yang modis itu, tapi menyaksikan
sendiri orang berpakaian formal lengkap lari lari kejar kereta di stasiun itu
sedikit culture shock.
Ini kenapa
saya tidak pernah tertarik mengikuti travel agent. Saya menikmati semua yang
bisa dilihat dimata saya selama perjalanan. Semua teratur dan semua diatur.
Stasiun Subway.
Saya
rasa salah satu jawaban kenapa banyak wanita dan pria di Korea tetap langsing
itu karena mereka dipaksa untuk olahraga oleh semua fasilitas yang disediakan.
Yang
saya ingat tentang Stasiun subway adalah Tangga, tangga, tangga, lorong
panjang, tangga, lorong, tangga.. baru pintu exit.
Memang
segalanya mudah karena direction yang jelas. Tapi tangga-tangga ituuuh... benar-benar
buat kami berolahraga.
We were rushing in Seoul
Rasanya kalau
melihat orang berlari di stasiun Seoul itu sudah sangat biasa bagi
merekea-mereka warga seoul. Saya sampai melihat tulisan “Do Not Run” di stasiun
Subway.
Hari
pertama kami tiba di Seoul jam 10 pagi. Hari itu kami langsung ke Guest house
yang sengaja kita pesan dekat dengan Seoul Station. Kenapa dekat Seoul Station?
Karena Seoul Station merupakan salah satu stasiun besar yang kami rasa akan
mudah kalau nanti kita nyasar. Tinggal bilang “Seoul Station”. Seoul Station
juga dilewati oleh AREX (Airport Transportation). Selain itu, harganya tidak
terlalu mahal, tapi ya biasa aja sih tempatnya.
Dihari
pertama kami mengunjungi enam tempat.
Iya...
Enam tempat, badan rasanya tidak berasa, tidak berasa lapar ataupun lelah.
Bahkan merasa jet lag karena dua jam perbedaan waktu saja rasanya kami tidak
sempat. Haha, walau terkesan dikejar anjing. Kami menikmatinya kok.
Kita ke Gyeongbokgung
Palace.
Istana
yang terkenal di Seoul, rasanya semua blog bercerita tentang Seoul sudah banyak
bercerita tentang tempat ini. Dan ya, sama seperti yang mereka ceritakan.
Percis. Megahnya dan juga nuansa drama Jang Geum banyak ditemukan disini. But
well, for me, tample is only tample, bener deh, aku lebih suka Borobudur atau
Prambanan ^.^.
Kita yang rajin pakai timer kamera, |
gedung utamanya kalau ga salah |
yey... Turis |
Tipe tipe bangunan sekitar Gyeongbokgung Palace |
ini Saya... ^.^ |
Hanok Village,
Buat
saya, yang menarik itu bukan Hanok Villagenya, tetapi perjalanan menemukan
Hanok Villagenya. Diantara panas yang menyengat dahi, beneran deh ya Seoul itu
Panas. Dingin tapi panas, panas tapi dingin, ya entahlah ya. Yang jelas
diantara rasa antah berantah itu kami berputar dan berjalan lama untuk menemukan
Hanok Village dan kita menemukaaan,,,
Chazaaa...
Ice cream yogurt seharga 3000 won atau empat puluh ribu sekian rupiah. |
Saya yang mulai terlihat lelah di depan salah satu bangunan Hanok Village |
Huah,
kita memang ga menemukan eskrim panjang 30 cm, tapi es krim ini worthed to try
guys. Rasanya ga manis banget, tapi soft, tapi ga lembek tapi enak. Harganya?
3000 won. Ini ni, rasanya murah denger tiga ribu won. Tapi pas udah ngadem di
bawah pohon maple diitung, tiga ribu won itu kalo di rupiahkan jadi empat puluh
ribu sekian jadi ketawa sendiri. But well, it still worthed.
Cheonggyecheon stream
Cheonggyecheon
Stream pada tanggal 10 Mei 2015 itu seperti oase bagi saya. Airnya bening,
bersih, astaga tempat sesimple itu bisa membuat saya menikmati daripada
megahnya Gyeongbokgung Palace. Well everybody have different happiness, hehe.
Dari
dulu saya sering baca artikel tentang sungai tengah kota ini dan selalu kagum
dengan pemerintah Korea yang bisa membuat sungai kotor tengah kota bukan hanya
tempat wisata tapi warga setempat bisa refreshing disini pulang kerja, atau
minggat sebentar dari kantor buat masukin kaki ke sungai ini. Rasanya Nyoooos
buuuk...!!!. Intinya tempat ini bukan hanya pajangan, tapi emang fungsional
bagi jiwa raga dan pikiran.
Seandainya kota di Indonesia ada sungai sebersih dan sejernih ini, pasti ga banyak orang stress ^.^ |
Kita
sempet bingung, bingung lama sebenernya. Karena pas liat peta di pinggir jalan
kok kita sudah jalan jauh dari Gyeongbokgung Palace, rasanya seperti mau balik
lagi jauh, mau pulang ke Guesthouse juga nanggung.
Lalu
lewatlah mas baik hati yang stylish tapi lupa kita foto karena kaki dan otak
kita sudah tidak sinkron saat itu. Mas baik hati itu mencarikan taksi dan
bilang sama taksinya kita pengen ke cheonggyechon stream dan bilang sama abang
taksinya untuk jagain kita berdua. hehe
Jogyesa Tample
It
was Tari favorite, Tari always love flower and Lampion. Hehe...
Harusnya
festival lampionnya masih beberapa hari kemudian, tapi kami beruntung bisa
nonton rehersal dan melihat indahnya lampion lampion yang sudah terpasang rapi.
Kami juga dapat teh gratis lho, teh apalah itu namanya, pokoknya tehnya ditaro
di tempat bening dan ada bunga ngambangnya. Saya sempat tanya, tapi saya lupa namanya.
Jiwa yang ingin mengeksplore tapi raga yang lelah... ^.^ |
Tapi
ya, this place was adorable, nuansanya banyak orang ramah yang menyambut kita. Tempat
ini hampir gagal kami kunjungi, setelah lelahnya mencari sungai tengah kota
itu, rasanya ingin segera balik ke guesthouse saja. Tapi diperjalanan kami menuju
cheonggyechon stream kami melewati ribuan lampion itu dan Tari langsung
bersemangat untuk kesitu, saya? Saya sudah pasrah saat itu, ga bilang iya, ga
bilang enggak. Tapi healing power dari cheonggyechon stream akhirnya membuat
saya bilang YES. Dan kita jalan balik lagi ke Jogyesa Temple.
Namsan Tower.
Yey...
NAMSAN TOWER. The Icon of the City.
Selesai
dari Jogyesa Temple kami pulang ke Guesthouse, bebenah diri dan hati yang
acak-acakan setelah naik pesawat 6 jam ditambah transit 3 jam di Kuala Lumpur
ditambah penerbangan 3 jam jakarta – Kuala lumpur.
Next Destination, Namsan. Tempat yang saya sering lihat di Runningman dan drama-drama ituh. Tower ini menarik, tapi mahal. Saya dan Tari tidak pernah bahas tentang tower ini, Tari Cuma bilang ingin lihat gembok gembok cinta cintaannya Namsan Tower. Saya sendiri merasa ini sekedar destinasi wajib Seoul. Sesampainya di sana, ternyata kami satu pikiran, sama sama berfikir naik ke Namsan tower itu mahal, jadi foto-foto aja kita. Hehe.
ketemu turis Malaysia di bis menuju Namsan, keren... dia liburan bawa dua anak lho |
Gembok gembok ini ni yang bikin kita kesini, ada Kim So Hyun juga lho. Bannernya maksudnya |
Baguskan towernyaa, Biru menyala |
saya dan boneka yang mahal banget ituh. |
Tari dan Gembok gembok ituh |
Tapi
ini worthed lho, jadi kalo ke Seoul jangan sampai ga ketempat ini. ^.^
Perjalanan
ke sini tanpa internet connection, tapi entah berapa kali saya browsing tempat
ini, jadi hapal distasiun mana kita harus berhenti. Tapi... penjelasan di
internet itu singkat, tapi perjalanan dan jarak tidak ada yang singkat, jadi
tetap aja bingung.
Keluar
dari stasiun Chungmuro (Exit 2) kami harus mencari bus stop yang sebenernya
deket tapi gak keliatan, mungkin bus stop itu ada di blind point atau mungkin
kita yang ga pinter pinter sama jalan Seoul, tapi ga masalah, masih hari
pertama kok.
Akhirnya
kita menjatuhkan pilihan pada mas tampan nan baik hati yang stylish pastinya
karena dia pakai baju pink ^.^. Happy banget ketemu mas ini, dia helpful dan
fasih englishnya.
Coffee
Prince Cafe.
Setelah
puas dengan Namsan tower, kita menuju tempat yang sangat spesial. Sangat
Spesial untuk Sahabat saya. Coffee Prince Cafe.
Ingat
dong sama Eun Chan di Drama Coffee Prince. Drama itu sangat memorial bagi Tari.
Dari awal dia bilang pengen banget ke cafe ini.
Saya
:“Tapi katanya kafe ini mahal lho Tar”
Tari
:”Kita pesen kopi paling murah aja, yang penting poto poto”
Sampe
Kafe.
Saya
: “Kamu pesen apa tar?”
Tari
: “Pesen yang paling mahal ajalah, udah jauh-jauh sampe sini juga”
Ya
begitulah kami.
^.^
Well..
Banyak
blog bilang kalau kafe ini sulit ditemukan, bahkan ada satu blog yang saya baca penulisnya menyerah dan
pergi sebelum menemukan Kafe ini. Saya akan menjadi salah satu blogger yang
bilang menemukan kafe ini itu sulit, tapi kami berhasil menemukannya.
Berikut
kisahnya.
Dari
namsan Tower kami naik bis and we have no idea harus turun dimana. Tiba-tiba
jeng jeng!!!! Kita turun di dekat Seoul Station, didekat penginapan kita.
Ngapain coba tadi kita lari-lari ke Subway Chungmuro kalo ada bis langsung ke
Namsan Tower. Tapi gapapa, kan udah ketemu mas pink stylish nan baik hati itu.
Karena
1st Prince Cafe itu tutup jam 10 malam, kami lari. Iya... Lari, bukan jalan
cepet, kita beneran lari di seoul station, setelah pagi kami bingung liat orang
Lari lari kejar kereta untuk masuk kerja, kita malem lari di Seoul Station buat
minum kopi, luar biasa. Saya merasa antara takut kafe tutup, konyol, lucu dan
ketawa ga jelas, perjalanan dari pintu masuk sampai ke AREX menuju hongik itu
adalah perjalanan stasiun terpanjang kami.
Keluar
stasiun Hongik, kami masih harus mencari jalan sesuai dengan direction yang ada
di buku Tari. Ternyata bung, hal itu tidak cukup untuk menemukan kafe
legendaris ini. Tak ambil pusing, bagi kalian yang ingin ke tempat ini. Pilihan
termudah dan tercepat adalah
BERTANYA.
BERTANYA..
BERTANYA DAN BERTANYA LAGI. Setiap tikungan kita bertanya, sambil jalan
setengah berlari. Kadang saya dan Tari tanya dengan orang yang berbeda diwaktu
yang sama. Jadi udah ga dua orang nanya satu orang, kita berdua seperti dikejar
waktu.
Sampai akhirnya chazaaa...
Coffee
Prince Cafe.
Lelah yang bukan gaya, lelah yang lelah... |
But we got it, yang suka nonton Eun Chan, familiar pasti sama background itu. |
Kita
sampai, dan disitu kita merasa lelah, lelah yang bahagia, seperti itukah para
juara lari marathon setelah mencapai garis finish?
Saya
sudah banyak melihat review tentang kafe ini, di tripadvisor ulasannya hampir
semua buruk, pelayanannya, harga makanannya. Ya emang iya si mahal, ini kafe
termahal kita selama di korea, bahkan mengalahkan harga makanan di kafe nya
Abang Leeteuk yang konon katanya kopi impor Hawaii, but for us, it didnt
matter. Toh udah sampe korea, masa gini aja dibuat pusing.
Hanya
ada pasangan suami istri disini, Kita dilayani oleh si suami, ya beliau tidak
yang ramah banget, tapi ga yang jutek juga kok. Atau emang kita berdua udah
mati rasa dan ga peka dijutekin gara-gara habis marathon. Hehe.
Kalo
emang suka sama Coffee prince, ga usah takut sama review review jelek. Dateng
aja kesini. Contoh si Tari, udah saya cekokin sama review jelek, dia tetap ga
gentar untuk ketempat ini. Nice kok. ^.^
Keluar dari Kafe, kami bertemu rombongan turis muda indonesia atau malaysia saya lupa. Mereka terlihat lelah dan senyum pada kita. Lalu mereka bertanya "Susah kah menemukan kafe ini tadi?"
kami kompak tertawa mengiyakan, rasanya kami senasib. Demi Coffee Prince ini.
0 komentar:
Posting Komentar