Pemeriksaan kesehatan sebelum mendaki Rinjani |
Pagi hari di hari ke 2, kami bersiap
untuk melakukan pendakian. Bayangan awal saya, kita akan mendaki sepagi
mungkin, jam 7 pagi gitu. Tapi Mas Agus menyarankan untuk mulai jam 9 pagi
karena beberapa hal. Salah satunya kita harus di cek kesehatan dulu di semacam
klinik setempat yang katanya buka jam 8 pagi. Sewaktu kesana, saya cek baru
sekitar 5 orang yang datang, artinya sesepi Desa Sembalun, sesepi itu juga
pendakian ke rinjani dari Desa Sembalun.
Jam sembilan kita diantar
ke titik pendakian rinjani. Setelah berdoa dan lain-lain, pendakian dimulai.
Pendakian jalur sembalun ini memiliki ciri khas, puncak yang terlihat sepanjang
jalan dari awal pendakian. Jadi pemandangan puncak yang nan jauh itu menemani pendakian
kita.
Di awal pendakian kita
melewati hutan sebentar, setelah itu sepanjang jalan hanya savana saja.
Dan seperti yang saya
ceritakan di post sebelumnya, saya sama sekali bukan pendaki, mungkin otak saya
mengalami stress diawal pendakian dan buat saya kena jackpot di dua jam
pertama. Suami panik dong, karena dari banyaknya pengalaman dia naik gunung,
baru ini dia liat orang belum ada setengahnya udah munt*h aja (ups sorry, buat
gambaran yang kalian masih takut gak kuat ke rinjani). Kami akhirnya istirahat
sebentar dan lanjut jalan menuju pos satu. Sampai di pos satu, kita bisa lihat
dengan jelas pos 2 sejelas puncak rinjani, tapi tetap jauh.
Pos 1 Rinjani |
Menuju pos 2, wajah pucat
pasi saya mulai berwarna, mungkin memang stressnya harus dikeluarkan
dulu, someday, kalo kalian nemu orang jackpot pas naik gunung,
ditemenin dengan sabar saja, mungkin itu sebuah phase yang
harus ia lewati. Karena setelah itu, saya sehat bugar sampai ke Plawangan
Sembalun.
Kami makan siang di Pos 2,
Para porter sudah mulai masak saat kami tiba di Pos 2 |
Pemandangan di Pos 2 yang menemani makan siang |
Porter kesayangan kami, Opan, Sora dan
Iyan sudah tiba disana dan sudah masak makanan untuk kita. Menunya? mie dan
nasi saja, tapi nikmat bangetlah. Apalagi pemandangan di Pos 2 sudah bagus. Di
pos 2 ini banyak monyet-monyet nakal loncat-loncat cari perhatian untuk dikasi
makan, katanya, monyet ini sudah biasa dilempar makanan oleh para pendaki yang
isitrahat dan karena gempa, pendaki tidak sebanyak dulu, jadi ini mereka lagi
ganas-ganasnya. Sepertinya memang pos para porter untuk membuat makan siang di
jalur ini adalah pos 2, karena lokasinya datar, dekat dengan sumber air dan ada
bangunan saung-saung untuk istriahat. Disini juga ada toilet, tapi ya tanpa air
ya dan banyak sampah tisu para pendaki disitu.
Setelah makan siang, perjalanan di
lanjutkan, jalan masih bisa diatur. Jadi banyak tips dari Abu (guide kita)
untuk mendaki rinjani ini, seperti jalan pelan-pelan saja, gak usah buru-buru
tapi jangan banyak berhenti. Itu tipsnya, tapi saya tetep banyak berhenti
karena engep banget. Jalan dari pos 2 sudah mulai menanjak tapi belum segila
dari Pos 3 ke pos 4.
Pos 3 Pendakian Rinjani, tanjakan semakin ekstrim |
Saya ingat dari Pos 3 ke
Pos 4 saya sering berhenti dan membuat aturan sendiri untuk diri saya sendiri,
yaitu jalan terus dalam 20 hitungan dan berhenti 5 hitungan, jadi kalau belum
sampai hitungan ke 20 saya tidak boleh berhenti. Setelah pos 4 tips dari Abu
semakin sulit di jalani "jangan duduk, nanti tambah capek", tapi gak
tau lah ya, udah capek mau gimana lagi, jadi tetep banyak duduk. Jalan 20
hitungan, berhenti 5 hitungan sudah tidak bisa dijalani. Saya berhenti lebih
sering, nafas lebih pendek, kaki makin capek. Kami melewati bukit penyiksaan,
tapi saya sama sekali tidak fokus dari mana penyiksaan itu dimulai, fokus saya
"ayok jalan" udah gitu doang.
Setiap kali ditunjukan
jalan oleh Abu,
"kita akan
kesitu" saya selalu mikir, bisa gak saya sampai kesitu.
Tapi ternyata oh ternyata,
saya sampai dengan selamat
sehat dan penuh ke Plawangan Sembalun saat sunset. Terberat bagi saya mungkin
satu kilometer terakhir menuju Plawangan Sembalun. Abu bilang perjalanan santai
dari Desa Sembalun ke Plawangan Sembalun adalah 8 jam. Tapi saya sampai setelah
10 jam lebih. Ketika sampai dititik Plawangan Sembalun, saya melihat seburat
sunset (sunset bisa full dinikmati via jalur Senaru), indah banget. Kami duduk
dan saya bilang ke Abu "Bu, ada makanan gak? aku laper".
Mungkin ada lebih dari 15
menit kami duduk diam menikmati sunset dan awan dibawah kita, sampai akhirnya
kita mulai jalan sedikit ke tenda kita yang ada dipojokan agar terlindungi dari
angin.
Di Plawangan Sembalun saat
itu ada sekitar 3 rombongan, dengan porter hanya ada 6 tenda saja se Plawangan
Sembalun, sesuatu yang sulit didapatkan sembelum Gempa menerjang Lombok.
Lokasi Tenda Kami di Plawangan Sembalun |
Sampai tenda, para porter
menyambut kami gembira (mungkin mereka mikir, akhirnya nyampe juga kalian). Teh
hangat disajikan untuk melepas lelah, kami selonjoran sambil memandang
banyaknya bintang dilangit Plawangan Sembalun. Menunggu milkyway.
Lanjut post hari II untuk
ke Sagara Anak dan postingan milkyway
0 komentar:
Posting Komentar